Mataram NTB - Dewan Pimpinan Daerah Kongres Advokat Indonesia (KAI) NTB yang diketuai Dr. Ainuddin SH., MH sukses menggelar Webinar Publik perdananya bertema : “KEJAGUNG: Korupsi di Bawah Rp 50 Juta Cukup Mengembalikan Kerugian Negara Tanpa Proses Hukum: Apakah Sebuah Inovasi Hukum Atau Kemerosotan Hukum?". Webinar ini digelar secara daring melalui Zoom Meeting, Kamis (24/2/2022) pukul 09:00-12:00 Wita.
Selain diikuti praktisi hukum seperti Advokat, Polisi dan Jaksa, Webinar Publik tersebut juga menarik minat kalangan Akademisi sampai dengan Mahasiswa/i. Kegiatan ini mendapat respons yang sangat baik dari para partisipan. Hal ini Webinar Publik tersebut menjadi angin segar bagi Dr. Ainuddin, SH., MH selaku Ketua DPD KAI NTB yang notabene berkeinginan untuk kegiatan seperti ini kontinu diadakan demi memberikan edukasi kepada masyarakat luas terkait dengan permasalah hukum yang ada di Indonesia tercinta ini.
Terselenggaranya Webinar Publik ini didasarkan pada upaya DPD KAI NTB dalam mencoba mengintegralkan Aparat Penegak Hukum yakni Hakim, Jaksa, Kepolisian, dan Advokat dalam memberikan tanggapan, sikap serta jawaban atas isu hukum yang ada di tengah-tengah masyarakat khususnya isu hukum yang menjadi tema dalam webinar ini.
"Karena masih terasa hangat di telinga kita, bahkan sampai saat ini masih menjadi topik perbincangan yang sangat menarik oleh kelangan masyarakat selaku pencari keadilan tentang bagaimana sebuah pernyataan/wacana Kejagung "Sanitar Baharudin" tersebut apabila kemudian dibenturkan dengan penerapan dan penegakan hukum di Indonesia saat ini yakni demi tercapainya cita hukum nasional yakni Kepastian, Keadilan, dan Kemanfaatan, " papar Dr. Ainuddin SH., MH.
Hal tersebut juga sejalan dengan pemikiran, Lalu Rusdi S.H selaku Sekretaris Umum DPD KAI NTB. Dia menjelaskan, dirinya sendiri menaruh harapan besar jika Webinar ini dapat memberi “Peningkatan Kompetensi pada Aparat Penegak Hukum khususnya Keanggotaan ADVOKAI NTB”.
"Hal ini juga menjadi penting untuk menunjukkan eksistensi DPD KAI NTB dalam bentuk kontribusi DPD KAI NTB untuk menumbuhkembangkan minat dan pemahaman Pelajar/Mahasiswa (Masyarakat) terhadap keberlangsungan Hukum Nasional saat ini, ” jelas Lalu Rusdi SH.
Webinar Publik ini juga menampilkan beberapa tokoh sebagai narasumber. Diantaranya Pradhana Probo Setyarjo, S.E., S.H., M.H (Koordinator KEJATI NTB), Abdul Azas Siagian, S.H., M.H (KABIDKUM POLDA NTB) dan Dr. Ainuddin, S.H., M.H (Ketua DPD KAI NTB). Webinar Publik tersebut dimoderatori oleh Hera Alvina Satriawan, S.H., M.H.
Dalam Webinar itu, Pradhana Probo Setyarjo, S.E., S.H., M.H sebagai narasumber pertama menjelaskan bahwa statement “Korupsi di Bawah Rp 50 Juta Cukup Mengembalikan Kerugian Negara Tanpa Perlu Proses Hukum” tersebut merupakan pernyataan yang masih menjadi sebuah wacana yang disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Agung Sanitar Baharudin beberapa waktu lalu. Pradhana Probo juga menjelaskan lebih jauh bahwa pandangan terkait analisis nilai ekonomi dalam tindak pidana korupsi juga perlu menjadi perhatian Aparat Penegak Hukum dimana dapat dibayangkan korupsi Rp 50.000.000, - (lima puluh juta rupiah) harus ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (dari penyidikan sampai dengan eksekusi) dengan biaya operasional penanganan perkara yang dikeluarkan oleh Negara bisa melebihi dari Rp 50.000.000, - (lima puluh juta rupiah) serta dari kerugian Negara yang ditimbulkan tersebut. Hal ini akan menjadi beban pemerintah.
"Dengan demikian artinya, analisis "cost and benefit" penanganan perkara tindak pidana korupsi juga penting menjadi pertimbangan dalam rangka mencapai nilai keadilan masyarakat dan nilai kemanfaatan hukum, ” tuturnya dalam memberikan penjelasan dalam Webinar Publik tersebut.
Semantara itu, bertolak belakang dengan pernyataan Pradhana Probo, KABIDKUM POLDA NTB Abdul Azas Siagian, S.H., M.H sebagai narasumber kedua menyampaikan pandangannya sebagai Aparat Penegak Hukum Polri mengenai wacana tersebut. Dia merasa wacana tersebut akan sulit terealisasi karena hampir tidak ada ruang untuk merealisakannya karena akan terbentur dengan syarat materil dan formil dari tindak pidana korupsi tersebut.
“Korupsi merupakan sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan sebuah tindak pidana kejahatan yang menyisakan luka pada diri setiap masyarakat tentu persoalan sanksi terhadap kejahatan korupsi ialah sangat tinggi dan memang harus ada atensi yang demikian. Dan hal yang sama juga berlaku jika kita akan menggunakan pendekatan Restoratif Justice untuk merealisasikan wacana tersebut. Porli dalam hal ini menjalakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk salah satunya yaitu "PERPOL NO 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif Justice" yang didalamnya telah jelas diatur mengenai tindak pidana tindak pidana mana yang dapat diselesaikan dengan keadilan Restoratif Justice. Sedangkan Terorisme, Korupsi dan Keamanan & Ketertiban Nasional/Negara tidak termasuk didalamnya karena dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), " paparnya.
Selanjutnya, tidak mau kalah dari narasumber-narasumber sebelumnya Dr. Ainuddin, S.H., M.H selaku Ketua DPD KAI NTB menyampaikan pandangannya terkait dengan tema Webinar Publik ini. Menurutnya, wacana tersebut tidak mencerminkan keadilan dan asas proporsionalitas.
"Untuk itung-itungan ya, tidak begitu seimbang. Nilai Rp 50 juta tidak akan sama di setiap daerah. Contohnya Rp 50 juta di desa akan sangat berarti dan sangat esensial jika dibandingkan dengan daerah perkotaan, ” ketusnya dalam memberikan pandangannya.
Lanjut Dr. Ainuddin, jika ingin merealisasikan wacana tersebut terlebih dahulu harus memiliki payung hukum yang jelas. Misalnya jika Kepolisian maupun Kejaksaan nantinya ingin merealisasikan wacana tersebut melalui pendekatan Restorative Justice, maka dirasa perlu untuk diumumkan di tengah-tengah masyarakat sejak dari proses sampai dengan ditetapkannya hasil dari proses tersebut.
Baca juga:
Arisan Online Berkedok Investasi
|
Webinar Publik ini ditutup dengan memberikan apresiasi kepada Aparat Penegak Hukum Porli dan Kejaksaan. Dimana Ketua DPD KAI NTB sangat mendukung dan mengapresiasi wacana KEJAGUNG tersebut. Akan tetapi dengan kondisi dan syarat serta mekanisme pelaksanaan yang sejelas-jelasnya agar tidak terjadi tumpang tindih hukum di Indonesia.(Adbravo)